July 18, 2025

Nilai rupiah

Wah, Nilai Tukar Rupiah Tertekan akibat Konflik Timur Tengah? tahuberita.com – Ketegangan geopolitik yang terus memanas di kawasan Timur Tengah, khususnya antara Iran dan Israel, mulai menunjukkan dampaknya terhadap pasar keuangan global, termasuk nilai tukar rupiah. Konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda ini memicu gelombang kekhawatiran pelaku pasar, mendorong investor global untuk beralih ke aset safe haven seperti dolar AS dan emas.

Di tengah kondisi tersebut, rupiah mengalami tekanan bertubi-tubi dan berpotensi menjadi salah satu mata uang paling rentan di kawasan Asia Tenggara dalam beberapa pekan terakhir.

 

Rupiah Melemah, Investor Beralih ke Safe Haven

Pada perdagangan awal Juni 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah ke kisaran Rp15.600–15.750 per USD, level terendah sejak awal tahun. Tekanan terhadap rupiah ini disebabkan oleh beberapa faktor utama:

  1. Lonjakan harga minyak dunia akibat potensi gangguan pasokan dari Teluk Persia.
  2. Meningkatnya permintaan terhadap dolar AS sebagai aset lindung nilai.
  3. Kekhawatiran investor terhadap stabilitas global yang mengarah ke risk-off sentiment.

Kondisi ini diperparah oleh meningkatnya ekspektasi bahwa konflik di Timur Tengah bisa meluas dan berdampak langsung pada rantai pasok energi dunia, yang sangat vital bagi negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia.

Pelemahan nilai tukar rupiah memiliki implikasi yang cukup luas terhadap berbagai sektor ekonomi di dalam negeri, antara lain:

  • Naiknya biaya impor bahan baku dan barang modal, terutama bagi industri manufaktur.
  • Kenaikan harga barang konsumsi karena sebagian besar produk masih bergantung pada komponen luar negeri.
  • Tekanan terhadap inflasi, terutama jika harga BBM dan pangan juga mengalami kenaikan.
  • Potensi pembengkakan defisit transaksi berjalan (current account deficit) jika nilai ekspor tidak mampu mengimbangi lonjakan nilai impor.

Bank Indonesia (BI) pun mengakui bahwa tekanan terhadap rupiah saat ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal dan menegaskan akan tetap berada di pasar untuk menjaga volatilitas tetap terkendali.

Gubernur BI menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil langkah preventif untuk meredam tekanan terhadap rupiah, di antaranya:

  • Intervensi ganda di pasar spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
  • Penguatan cadangan devisa melalui kerja sama swap mata uang bilateral.
  • Koordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam menjaga persepsi positif terhadap kebijakan fiskal Indonesia.

Selain itu, BI juga membuka ruang untuk menaikkan suku bunga acuan secara selektif, meskipun di tengah ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi.

 

Harga Minyak dan Beban Subsidi

Salah satu faktor yang menekan rupiah secara tidak langsung adalah lonjakan harga minyak mentah dunia yang menyentuh level USD 100 per barel, akibat ancaman konflik bersenjata yang bisa mengganggu jalur distribusi energi global, terutama melalui Selat Hormuz.

Indonesia yang masih mengimpor sebagian besar BBM dan LPG menghadapi risiko:

  • Meningkatnya biaya subsidi energi dalam APBN.
  • Penurunan ruang fiskal untuk program sosial.
  • Kenaikan harga BBM yang dapat memicu gejolak sosial jika tidak ditangani dengan tepat.

Kondisi ini memperbesar tekanan terhadap rupiah, karena meningkatnya permintaan dolar untuk pembayaran impor minyak dan komoditas lainnya.

Pelaku pasar cenderung mengurangi eksposur terhadap aset berisiko seperti saham dan obligasi rupiah, dan memilih memindahkan portofolio mereka ke aset dolar AS dan logam mulia. Ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam menjaga iklim investasi di tengah ketidakpastian global.

Namun demikian, beberapa analis menilai bahwa jika konflik di Timur Tengah tidak terus memburuk, tekanan terhadap rupiah bisa berangsur pulih dalam jangka menengah. Hal ini akan sangat bergantung pada:

  • Keberhasilan diplomasi internasional dalam mencegah eskalasi lebih lanjut.
  • Respons moneter yang tepat dari bank sentral.
  • Kepercayaan investor terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia.

Konflik geopolitik di Timur Tengah telah memberikan tekanan signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Di tengah meningkatnya harga minyak dan ketidakpastian global, rupiah menjadi salah satu mata uang yang paling rentan tertekan. Namun, dengan intervensi moneter yang responsif, strategi fiskal yang disiplin, dan diplomasi ekonomi yang proaktif, Indonesia memiliki peluang untuk menjaga stabilitas rupiah dalam jangka panjang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *