April 23, 2025

Trump

 

Inflasi Naik, Pasar Goyah, Tarif Trump Dinilai Bebani Rakyat AS, tahuberita.com – Ketegangan perdagangan yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menimbulkan kekhawatiran luas. Kali ini, bukan hanya pasar global yang terguncang, tetapi rakyat Amerika sendiri yang mulai merasakan dampaknya secara langsung. Kenaikan tajam tarif impor, khususnya terhadap barang-barang asal China, dinilai menjadi salah satu faktor utama pemicu inflasi dan gejolak pasar yang tengah terjadi.

Dengan tarif impor yang kini mencapai 145% untuk beberapa kategori produk China, harga barang kebutuhan pokok melonjak, daya beli masyarakat menurun, dan pasar saham menjadi tidak stabil. Kebijakan ini menimbulkan perdebatan sengit: benarkah strategi “America First” justru membebani rakyat sendiri?

 

Tarif Tinggi, Harga Melonjak

Sejak awal 2025, Trump telah memberlakukan berbagai paket tarif sebagai bagian dari strategi proteksionisme nasional. Namun, gebrakan terbarunya — tarif tambahan hingga 41% terhadap produk China  membuat total beban tarif mencapai 145% untuk kategori seperti elektronik, kendaraan listrik, baja, dan tekstil.

Kenaikan tarif ini langsung berdampak pada harga barang-barang impor yang banyak dikonsumsi masyarakat Amerika. Menurut laporan terbaru dari Bureau of Labor Statistics (BLS), indeks harga konsumen (CPI) naik sebesar 1,2% dalam dua bulan terakhir, yang sebagian besar disumbangkan oleh sektor elektronik, transportasi, dan kebutuhan rumah tangga.

“Dalam tiga bulan terakhir, harga TV, laptop, dan alat elektronik lainnya naik 15 hingga 25 persen. Ini belum termasuk dampak terhadap kendaraan dan suku cadang,” ujar Rachel Kim, analis inflasi dari US Consumer Trends Watch.

 

Pasar Saham Goyah: Investor Mulai Khawatir

Gejolak akibat kebijakan tarif juga menyentuh sektor keuangan. Wall Street mengalami pelemahan signifikan, dengan Dow Jones Industrial Average merosot lebih dari 900 poin dalam seminggu terakhir. Nasdaq, yang banyak berisi saham teknologi, juga tertekan karena biaya produksi meningkat akibat gangguan rantai pasok dan harga komponen yang melonjak.

Investor mulai melarikan asetnya ke instrumen yang dianggap lebih aman, seperti emas dan obligasi negara. Volume transaksi saham mengalami penurunan drastis, mencerminkan meningkatnya ketidakpastian pasar terhadap arah ekonomi AS ke depan.

 

Keluhan dari Konsumen dan Pelaku Usaha

Bukan hanya pasar keuangan yang terkena dampak, konsumen dan pelaku bisnis di berbagai lapisan juga mulai bersuara. Banyak rumah tangga mengeluhkan pengeluaran bulanan yang membengkak, sementara pelaku UMKM kesulitan mencari bahan baku dengan harga terjangkau.

Setiap minggu harga bahan baku berubah, dan sebagian besar naik. Sulit menjaga stabilitas usaha dalam kondisi seperti ini,” keluh David Martinez, pemilik usaha furnitur kecil di Texas.

Sementara itu, Asosiasi Retail Nasional (NRF) memperkirakan bahwa tarif tinggi ini dapat menyebabkan kenaikan harga barang ritel sebesar 10% hingga 18% dalam paruh pertama 2025. Dalam jangka panjang, ini bisa menurunkan daya beli dan memicu kontraksi ekonomi.

 

Pemerintah Klaim Demi Keamanan Ekonomi Jangka Panjang

Meski banyak mendapat kritik, Trump dan tim ekonominya tetap mempertahankan kebijakan tarif tinggi sebagai bagian dari upaya melindungi industri dalam negeri. Mereka mengklaim bahwa dengan mengurangi ketergantungan pada impor, AS akan mendorong pertumbuhan manufaktur lokal dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Ini bukan kebijakan yang mudah. Tapi jika kita ingin kembali menjadi pemimpin industri global, kita harus membuat keputusan sulit,” kata Peter Navarro, penasihat perdagangan Trump.

Gedung Putih juga menyebut bahwa efek jangka pendek seperti inflasi merupakan “harga sementara” menuju kemerdekaan ekonomi nasional.

 

Kritik Ekonom: Kebijakan Proteksionis Bisa Jadi Bumerang

Namun, banyak ekonom menilai pendekatan ini terlalu ekstrem dan justru kontra-produktif. Kebijakan tarif tinggi dalam kondisi global yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi dan krisis energi dinilai bisa memperparah tekanan ekonomi domestik.

Kita berada di situasi rapuh. Inflasi yang sudah tinggi bisa makin tak terkendali jika biaya impor terus melonjak,” ujar Dr. Emily Carter, ekonom dari MIT.

Selain itu, ketegangan dengan China dinilai bisa memperparah ketidakpastian geopolitik, terutama jika Beijing memutuskan untuk membatasi ekspor komponen penting seperti semikonduktor dan baterai litium yang sangat dibutuhkan oleh industri AS.

 

Kebijakan Tarif Jadi Isu Politik Panas

Dengan pemilu paruh waktu 2026 di depan mata, kebijakan ini telah menjadi isu politik sentral. Partai Demokrat menuduh Trump hanya mencari simpati pemilih dengan kebijakan populis yang sebenarnya merugikan masyarakat bawah.

Senator Alex Padilla dari California mengatakan, “Tarif tinggi hanya jadi pajak tak langsung yang dibebankan pada rakyat. Ini bukan cara membangun ekonomi yang kuat dan berkeadilan.”

Sebaliknya, kubu Republik garis keras justru mendukung penuh kebijakan tersebut. Mereka menganggap ini sebagai langkah tegas untuk mengakhiri ketergantungan Amerika pada China.

 

Dunia Menanti Titik Temu

Di tengah tekanan ekonomi dan diplomasi yang menegang, banyak pihak menyerukan agar AS dan China segera membuka jalur dialog. Beberapa negara anggota G20 bahkan dilaporkan siap menjadi mediator dalam pembicaraan dagang demi menghindari krisis ekonomi yang lebih luas.

Bank Dunia dan IMF juga mengingatkan bahwa kebijakan dagang ekstrem berisiko menyeret dunia ke dalam ketidakstabilan jangka panjang. Mereka mendesak agar kebijakan ekonomi tetap sejalan dengan prinsip perdagangan adil dan terbuka.

 

Kesimpulan

Tarif impor tinggi ala Trump, meskipun diklaim sebagai upaya untuk memperkuat ekonomi nasional, kini mulai memperlihatkan sisi gelapnya. Inflasi yang meningkat, pasar saham yang tertekan, dan beban hidup masyarakat yang bertambah menjadikan kebijakan ini sebagai tantangan serius bagi stabilitas ekonomi AS. Di tengah gelombang kritik dan kekhawatiran global, pertanyaannya kini: apakah jalan keras ini benar-benar jalan keluar?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *