June 18, 2025

Perang Dagang AS-China

Perang Dagang AS-China Kesepakatan Tarif Sementara Selama 90 Hari, Upaya Meredakan Ketegangan Global, tahuberita.com –  Dalam sebuah langkah mengejutkan namun disambut positif oleh komunitas bisnis internasional, Amerika Serikat dan China mengumumkan kesepakatan bersama untuk menurunkan sementara tarif impor antar kedua negara selama 90 hari. Langkah ini dianggap sebagai upaya strategis guna meredakan ketegangan dalam hubungan perdagangan yang telah memburuk selama beberapa tahun terakhir.

Kesepakatan tersebut diumumkan usai pertemuan bilateral tingkat tinggi antara delegasi ekonomi kedua negara yang berlangsung di Zurich, Swiss. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyampaikan bahwa masa 90 hari ini akan menjadi jendela waktu penting untuk mengevaluasi kembali pendekatan tarif dan membangun dialog yang lebih konstruktif.

Hubungan dagang antara AS dan China telah mengalami pasang surut sejak 2018, ketika pemerintahan Presiden Donald Trump mulai memberlakukan tarif tinggi terhadap berbagai barang impor dari China. Sebagai respons, pemerintah China pun menerapkan kebijakan tarif balasan yang memengaruhi produk pertanian, otomotif, dan teknologi dari AS.

Ketegangan ini berlanjut di masa pemerintahan berikutnya, meskipun Presiden Joe Biden sempat berupaya memperhalus pendekatan dengan menekankan pentingnya kompetisi yang “adil dan tertib”. Namun demikian, perbedaan pandangan dalam isu keamanan siber, hak kekayaan intelektual, serta dominasi teknologi tetap menjadi penghalang utama.

Isi Kesepakatan Sementara

Menurut pernyataan resmi dari kedua negara, poin-poin utama dalam kesepakatan 90 hari ini meliputi:

  1. Penurunan Tarif Sementara
    AS dan China akan menurunkan tarif pada sektor-sektor strategis seperti semikonduktor, barang elektronik konsumen, tekstil, dan pertanian.
  2. Pembentukan Forum Evaluasi Berkala
    Setiap dua minggu, pejabat dari kedua negara akan bertemu secara virtual untuk mengevaluasi implementasi kesepakatan dan membahas isu-isu teknis yang belum terselesaikan.
  3. Komitmen terhadap Stabilitas Pasar Global
    Keduanya menyepakati untuk tidak membuat pernyataan publik yang dapat memperkeruh situasi pasar finansial selama periode ini.
  4. Pertukaran Teknologi dan Keterbukaan Rantai Pasok
    China berjanji untuk meningkatkan transparansi dalam kebijakan ekspor mineral langka, sementara AS akan meninjau kembali pembatasan teknologi tinggi kepada perusahaan Tiongkok seperti Huawei dan SMIC.

 

Respons Pasar dan Komunitas Global

Langkah ini langsung disambut positif oleh pasar saham global. Indeks Dow Jones melonjak 1,2% hanya beberapa jam setelah pengumuman, sementara indeks Shanghai Composite naik 2,5%. Para pelaku usaha memandang inisiatif ini sebagai sinyal bahwa kedua negara adidaya ekonomi tersebut mulai menyadari pentingnya stabilitas jangka panjang.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) turut memberikan dukungan terhadap langkah ini. Dalam pernyataannya, WTO menyebut kesepakatan ini sebagai “angin segar bagi multilateralisme yang sempat goyah dalam beberapa tahun terakhir.”

 

Meskipun kesepakatan ini menandai pergeseran positif, banyak analis menilai bahwa tantangan besar masih menanti. Di antaranya:

  • Ketidakpastian Politik
    Dengan pemilu Presiden AS yang semakin dekat pada akhir 2025, arah kebijakan bisa berubah drastis tergantung pada hasil pemilu dan sikap kandidat yang terpilih.
  • Masalah Struktural
    Isu-isu fundamental seperti subsidi industri di China, pelanggaran hak kekayaan intelektual, dan akses pasar masih belum tersentuh dalam kesepakatan ini.
  • Persaingan Teknologi
    Persaingan di sektor kecerdasan buatan, energi hijau, dan semikonduktor menjadi medan tempur baru yang rawan gesekan lanjutan.

 

Menurut analis senior dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jeffrey Benson, langkah 90 hari ini hanyalah “gencatan senjata sementara”. Ia menekankan bahwa tanpa solusi permanen dan reformasi struktural dari kedua pihak, ketegangan bisa kembali muncul bahkan sebelum 90 hari berakhir.

Sementara itu, ekonom Asia di HSBC, Mei-Lin Cheng, menyebut bahwa ini merupakan “peluang emas” bagi negara berkembang. “Jika AS dan China saling membuka pasar, negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam, dan Meksiko bisa menjadi simpul rantai pasok baru yang lebih stabil dan kompetitif,” jelasnya.

Bagi Indonesia, kesepakatan ini membuka ruang peluang dan tantangan sekaligus. Di satu sisi, meredanya perang dagang berpotensi meningkatkan permintaan ekspor komoditas seperti nikel, batubara, dan sawit. Di sisi lain, jika pasar AS dan China kembali terbuka, persaingan produk manufaktur akan meningkat, memaksa industri dalam negeri untuk lebih efisien.

Menteri Perdagangan Indonesia, Zulkifli Hasan, menyambut baik perkembangan ini. “Stabilitas dagang global penting bagi Indonesia yang sangat tergantung pada ekspor. Kami berharap ini akan membuka peluang kerja sama teknologi dan investasi yang lebih luas,” ujarnya.

 

Kesepakatan pemangkasan tarif selama 90 hari antara AS dan China menjadi titik balik yang potensial dalam hubungan dagang kedua negara. Meski sifatnya masih sementara, langkah ini memberi sinyal positif bahwa dialog masih mungkin dilakukan, bahkan di tengah rivalitas yang tajam.

Namun, dunia akan menanti dengan cermat, apakah ini awal dari deeskalasi jangka panjang, atau hanya jeda sementara sebelum babak baru konflik dagang dimulai?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *