April 23, 2025

Trump

 

Kebijakan Impor Trump 2025 Dinilai Picu Ancaman Resesi Global, tahuberita.com – Kebijakan perdagangan internasional yang diambil Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada awal masa jabatan keduanya kembali menjadi sorotan dunia. Dengan menerapkan tarif impor tinggi terhadap sejumlah negara, termasuk China, Uni Eropa, hingga India, banyak pihak menilai langkah ini berisiko memicu gelombang resesi global baru.

Sejak Januari 2025, Trump mulai memberlakukan tarif dasar sebesar 10% untuk seluruh produk impor, dengan tambahan tarif hingga 34% khusus untuk barang-barang asal China. Bahkan, dalam pernyataan terbaru awal April, Trump mengancam akan menaikkan tarif hingga 50% tambahan jika China tidak segera menghentikan tindakan balasan mereka. Dengan demikian, beberapa produk dari Negeri Tirai Bambu kini dikenakan tarif mencapai 104%.

Langkah ini sontak menimbulkan kekhawatiran di pasar internasional. Para ekonom, pelaku industri, dan investor global mulai mempertanyakan arah kebijakan ekonomi AS yang dinilai semakin proteksionis dan berisiko tinggi.

 

Efek Langsung terhadap Pasar Keuangan

Dampak kebijakan ini mulai terasa nyata. Dalam waktu kurang dari tiga bulan, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing turun 15% dan 21%. Investor menarik dana dari pasar saham, sementara obligasi AS mengalami lonjakan permintaan tanda klasik kepanikan pasar.

Inflasi di AS juga menunjukkan tren naik signifikan. Dengan biaya produksi dan logistik yang meningkat akibat tarif impor, harga barang konsumen melonjak. Bank Sentral AS, Federal Reserve, menghadapi dilema: menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi atau menahannya demi mencegah resesi.

 

Proyeksi Ekonomi Global Terancam

Menurut laporan terbaru dari IMF dan Bank Dunia, kebijakan tarif Trump dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi global hingga 1,4% pada kuartal ketiga 2025. Negara-negara berkembang, terutama yang sangat bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat, berpotensi mengalami penurunan pendapatan nasional secara drastis.

Ini bukan sekadar perang dagang antara dua negara besar. Ini efek domino yang menyeret seluruh rantai pasok global,” ungkap Dr. Lawrence Chu, pakar ekonomi internasional dari London School of Economics. “Ketika AS menaikkan tarif, biaya ekspor naik, permintaan turun, dan akhirnya seluruh sistem perdagangan global terguncang.”

 

China dan Mitra Dagang AS Lakukan Perlawanan

China secara resmi telah menerapkan tarif balasan sebesar 34% untuk ratusan produk asal AS, termasuk produk agrikultur, otomotif, dan teknologi. Pemerintah Beijing juga memperketat regulasi masuknya perusahaan Amerika ke pasar domestik mereka.

Sementara itu, negara-negara Eropa seperti Jerman dan Prancis tengah menggodok kebijakan tarif balasan serupa. India, yang dikenai tarif sebesar 26% oleh AS, menyebut langkah Trump sebagai bentuk “agresi ekonomi” dan berencana membawa persoalan ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

 

Suara Kritis dari Dalam Negeri AS

Kebijakan ini tak hanya menuai kritik dari luar negeri, tetapi juga dari dalam negeri sendiri. Beberapa CEO korporasi besar, seperti Larry Fink (BlackRock) dan Jamie Dimon (JPMorgan), menyatakan kekhawatiran mendalam terhadap potensi resesi.

Tarif impor ini menekan rantai pasok, meningkatkan harga barang, dan mengurangi daya beli masyarakat. Kita sedang menuju resesi yang dibuat sendiri,” ujar Dimon dalam wawancara dengan Financial Times.

Sementara itu, kelompok pekerja dan pelaku UMKM di AS mulai merasakan dampaknya. Produk bahan mentah yang diimpor menjadi lebih mahal, sehingga biaya produksi ikut melonjak. Banyak usaha kecil terpaksa menaikkan harga atau bahkan mengurangi tenaga kerja.

 

Agenda Politik di Balik Kebijakan

Pengamat politik menilai kebijakan ini sebagai bagian dari strategi Trump dalam mewujudkan kembali slogan “America First”. Lewat proteksionisme, Trump berupaya menghidupkan industri dalam negeri dan menarik investasi kembali ke tanah Amerika. Namun di sisi lain, pendekatan ini berisiko mengorbankan kestabilan ekonomi makro.

Trump ingin mengurangi ketergantungan AS terhadap luar negeri. Tapi dengan cara seperti ini, justru menciptakan ketidakpastian yang lebih besar,” kata Emily Richards, analis kebijakan perdagangan di Brookings Institution.

 

Kesimpulan: Dunia Menanti Arah Baru

Dengan tekanan dari berbagai pihak dan respons keras dari negara-negara mitra, dunia kini menanti: apakah Trump akan bersikeras dengan pendekatannya atau mulai melunak dalam negosiasi bilateral dan multilateral.

Satu hal yang pasti, kebijakan tarif impor tahun 2025 telah menyalakan alarm bagi dunia usaha dan ekonomi global. Ancaman resesi bukan lagi bayang-bayang, melainkan skenario nyata jika kebijakan ini terus dilanjutkan tanpa kompromi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *