
Selama 2–3 tahun terakhir, pasar properti di Indonesia terbilang cukup stagnan. Meski tidak mengalami penurunan drastis, kenaikan harga rumah tidak secepat tahun-tahun sebelumnya. Banyak faktor yang memengaruhi kondisi ini, mulai dari ketidakpastian ekonomi global, tren suku bunga tinggi, hingga penantian pasar terhadap hasil pemilu 2024. Namun, angin segar tampaknya mulai bertiup pada 2025. Para analis dan pelaku industri sepakat: tahun ini adalah momen emas untuk beli rumah, sebelum harga kembali meroket.
Apa saja faktor yang mendasari optimisme ini? Mari kita bahas secara lengkap dan tuntas.
Harga Properti Stagnan Selama 2–3 Tahun Terakhir
Sejak masa pandemi hingga pasca pemulihan, harga properti cenderung datar. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa indeks harga properti residensial primer hanya tumbuh sekitar 1–2% per tahun selama 2021–2023. Angka ini jauh di bawah rata-rata pertumbuhan tahunan sebelum pandemi, yang bisa mencapai 5–7%.
Kondisi ini terjadi karena daya beli masyarakat sempat menurun, serta banyak pengembang yang menahan harga agar tetap kompetitif. Alhasil, pasar memasuki masa konsolidasi, di mana harga cenderung tertahan di level yang sama. Bagi calon pembeli rumah, ini sebenarnya adalah peluang emas—karena harga belum melonjak, tapi kualitas hunian terus membaik.
Pemilu dan Suku Bunga: Kombinasi yang Menggerakkan Pasar
Tahun 2024 merupakan tahun politik, dan seperti biasa, dunia usaha—termasuk sektor properti—cenderung wait and see menunggu hasil pemilu. Namun kini setelah kepastian politik mulai terbentuk, para pelaku usaha lebih percaya diri dalam menjalankan ekspansi bisnis, termasuk pengembang perumahan.
Di sisi lain, tren suku bunga juga mulai menunjukkan arah penurunan. Selama 2022–2023, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan untuk mengendalikan inflasi. Tapi memasuki paruh kedua 2024, tekanan inflasi mulai mereda, membuka peluang penurunan suku bunga pada 2025.
Penurunan suku bunga berarti biaya cicilan KPR bisa lebih ringan. Ini tentunya memberi angin segar bagi masyarakat yang ingin mengajukan pembiayaan rumah. Jika bunga KPR saat ini berkisar 9–11% per tahun, maka di 2025 bisa turun menjadi 7–9%, tergantung kebijakan masing-masing bank.
Proyeksi Pertumbuhan Sektor Properti: Optimisme Baru di 2025
Berdasarkan laporan sejumlah konsultan properti seperti Colliers dan Knight Frank, tahun 2025 akan menjadi titik balik pertumbuhan pasar properti di Indonesia. Sektor ini diproyeksikan tumbuh 5–8%, seiring membaiknya sentimen pasar, turunnya suku bunga, dan peningkatan aktivitas pengembang dalam meluncurkan proyek baru.
Salah satu pemicunya adalah dorongan pemerintah terhadap sektor perumahan lewat program insentif PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) yang kemungkinan diperpanjang. Selain itu, proyek-proyek infrastruktur seperti LRT Jabodebek, MRT fase 2, dan kereta cepat semakin meningkatkan nilai kawasan pinggiran Jakarta dan kota-kota penyangga.
Pengembang pun mulai agresif memperkenalkan proyek baru dengan skema pembayaran yang lebih fleksibel. Artinya, persaingan akan kembali ketat, dan harga bisa naik dalam waktu yang relatif cepat.
Analisis Pasar KPR & Supply-Demand: Saatnya Bertindak!
Berdasarkan data OJK dan Bank Indonesia, permintaan terhadap Kredit Pemilikan Rumah (KPR) mulai pulih sejak akhir 2023. Pada kuartal pertama 2024, pertumbuhan penyaluran KPR mencapai 11,4% secara tahunan (year-on-year). Ini menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen mulai kembali.
Di sisi lain, jumlah pasokan perumahan—terutama rumah tapak di kisaran Rp500 juta–Rp1,5 miliar—masih terbatas. Banyak pengembang masih berkutat di backlog pembangunan akibat pandemi dan kendala lahan.
Kondisi inilah yang menjadi warning bagi calon pembeli: ketika permintaan naik, tapi suplai terbatas, maka harga akan terdorong naik. Bila menunda pembelian, bisa jadi harga rumah yang diincar tahun ini akan naik 10–15% dalam 1–2 tahun ke depan.
Tipe Properti yang Layak Dibeli di 2025
Setelah memahami faktor-faktor makro dan mikro di atas, pertanyaan berikutnya adalah: properti seperti apa yang sebaiknya dibeli di tahun 2025?
Berikut rekomendasi berdasarkan tren pasar dan kebutuhan riil masyarakat:
1. Rumah Tapak di Pinggiran Kota
Rumah tapak di kawasan seperti Bekasi Timur, Cibubur, Serpong, dan Tangerang Selatan sangat menarik untuk dibeli tahun ini. Harga masih cukup kompetitif, akses makin baik berkat infrastruktur, dan potensi kenaikan nilai (capital gain) cukup tinggi.
2. Properti Dekat Infrastruktur Baru
Cari rumah atau apartemen yang dekat stasiun LRT, MRT, atau tol baru. Proyek infrastruktur biasanya menjadi katalis kenaikan harga properti. Misalnya, rumah yang berjarak 1 km dari stasiun LRT bisa naik hingga 20% dalam 2 tahun setelah operasional.
3. Apartemen Compact untuk Disewakan
Bagi investor, apartemen tipe studio atau 1BR di lokasi strategis (dekat kampus, CBD, atau pusat perbelanjaan) masih menarik. Target penyewa mahasiswa dan profesional muda tetap kuat, apalagi bila akses transportasi umum memadai.
4. Rumah Subsidi untuk Milenial
Pemerintah masih mendukung kepemilikan rumah pertama melalui program FLPP dan subsidi selisih bunga. Bagi generasi muda yang ingin memulai, tahun ini adalah saat yang tepat sebelum harga rumah subsidi menyesuaikan inflasi dan biaya material bangunan.
Jangan Tunggu Sampai Menyesal
Tahun 2025 adalah momentum penting dalam siklus pasar properti. Setelah melewati masa stagnan selama beberapa tahun, berbagai indikator menunjukkan bahwa pasar akan kembali bergerak naik. Harga yang masih “rendah”, suku bunga yang mulai melandai, serta dukungan infrastruktur dan insentif pemerintah, menjadikan tahun ini sebagai waktu terbaik untuk membeli rumah.
Apakah Anda membeli untuk dihuni sendiri, atau untuk investasi jangka panjang, jangan tunggu sampai harga sudah naik duluan. Ingat, dalam dunia properti, waktu terbaik untuk membeli adalah kemarin. Waktu terbaik kedua? Sekarang.